Night Changes

Going out toningt, changes into something red

Di sebuah kafe kecil, sore itu di luar sedang hujan lebat. Di meja bundar kecil dekat jendela, kami duduk berhadapan ditemani secangkir moccachino dan hot chocolate miliknya. Aku masih ingat, ia mengenakan kemeja kotak-kotak lengan panjang warna merah maroon dan cokelat muda, celana jeans hitam panjang, rambut panjangnya di ikat satu ke belakang dan sepatu running warna merah itu sangat cocok dengannya. Aku bahkan tidak ingat baju apa yang aku pakai hari itu.


Aku suka padanya. Entah sudah berapa lama aku pendam perasaan ini karena dia sahabatku sejak lama sekali. Dia berbeda dengan semua perempuan yang aku kenal. Kami mengobrol sangat seru. Lama-kelamaan kami mulai kehabisan topik. Hening. Lalu ia menyeruput hot chocolate nya. Saat itu aku berfikir, lebih baik menyatakan perassan ku sekarang, atau tidak sama sekali. Setelah menarik nafas panjang, kalimat itu pun keluar dari mulutku.
“Hey.”
“Hm?” balasnya sambil meneguk hot chocolate.
“Aku suka sama kamu.”
Seketika pupil matanya langsung membesar, dan masih sambil meneguk minumannya.
“Aku gak tau dari kapan dan kenapa. Kamu beda dari yang lain.”
Ia pun menurunkan cangkirnya ke atas meja dengan perlahan, sambil menatapku.
“Jadian yuk?”
Ia diam. Hening.
“Aku udah nunggu ini dari lama tau. Yuk.”
Wow. Aku memberinya tatapan tidak percaya. Kemudian, kami berdua tertawa.
Ya, sesederhana itulah kami memulai semuanya.
Malam ini tepat 4 tahun setelah kejadian itu. Kami akan ke kafe itu untuk... yah, sekedar makan malam. Sekarang pukul  7 malam. Aku sedang duduk di ruang tamu rumahnya, menunggunya berpakaian. Tak lama, ia turun dari kamarnya yang berada di lantai 2. Dress merah. Cantik sekali dia malam ini. Tidak, tidak. Ia memang selalu cantik.

Her mother doesn’t like that kind of dress. Everything she never had, she’s showing off

“Kenapa kamu pakai dress yang itu? Modelnya biasa banget. Kamu pengen dinner,  ya kan?.”
Aku dapat mendengar suara ibunya dari arah dapur.
“Yah, kayanya mama gak suka aku pakai dress yang ini. Ganti nih?” dia bertanya padaku.
“Aku suka kok dress itu di kamu.” Jawabku sambil berdiri dari sofa.
“Hmm okay.”
“Yuk, berangkat sekarang. Hey, nice necklace by the way.”
Aku baru sadar kalau dia memakai kalung dari emas putih bertuliskan namanya. Sebelumnya, dia tidak pernah memakai kalung.
“Yeah, I’ve just found it.” Jawabnya sambil berjalan ke arah ibunya, berpamitan.
“Tante, kami pergi dulu ya.” Pamitku pada ibunya.
“Take care of her. She’s my precious.” Ibunya berbicara dengan nada yang sangat serius.
“I will. She’ll be safe.” Jawabku mantap.

Driving too fast, moon is breaking trough her hair

Aku sengaja memilih untuk tidak lewat jalan raya untuk menghindari macet. Sepanjang perjalanan, kami mengobrol. Sesekali kami harus berteriak karena suara kami kalah keras oleh suara mesin mobilku. Deru mesin Mini Cooper-ku dan tawa kami memecah kesunyian jalan yang sepi ini. Aku menambah sedikit kecepatan mobilku. Angin yang berhembus membuat rambutnya berkibar-kibar. Ditambah dengan cahaya bulan purnama malam ini yang melewati celah-celah rambutnya, ia semakin mendekati sempurna.

She’s hading for something that she wont forget. Having no regrets is all that she really wants

Akan kubuat malam ini menjadi tak terlupakan baginya. Aku sudah mempersiapkan kejutan untuknya. Aku yakin, dia akan suka dengan kejutanku ini.

We’re only getting older baby, and I’ve been thinking about it lately

Di tengah-tengah perjalanan kami kehabisan topik. Tiba-tiba saja aku teringat suatu kejadian sewaktu kami bertengkar.
Malam itu dalam perjalanan pulang ke rumahnya dari mall. Tak seperti biasanya, sepanjang perjalanan ia hanya diam sambil memainkan handphone nya.
“Kamu kenapa?” tanyaku.
Aku tau, bodoh sekali menanyakan pertanyaan itu kepada perempuan karena pasti dijawab dengan,
“Gakpapa.”
Selama menyetir, aku memilih untuk diam dan memikirkan kesalahan apa yang aku perbuat sehingga dia seperti ini. Oh, pasti gara-gara kejadian di mall tadi. Ya, hari ini kami berdua, dan 3 sahabatku pergi menonton bioskop bersama di sebuah mall. 1 diantara sahabatku adalah perempuan. Dan, seperti biasanya, aku memeluk satu persatu sahabatku saat kami bertemu, termasuk yang perempuan. Menurutku itu hal yang biasa. Tapi sepertinya, ia cemburu.
Lalu kami semua makan bersama di salah satu restoran. Kami ber-5 mengobrol lama sekali. Terutama dengan sahabat-sahabatku karena sudah hampir 2 bulan tidak berkumpul seperti ini. Dan lagi-lagi, menurutku ia cemburu.
Aku memberhentikan mobilku di depan rumahnya. Tapi aku tidak langsung membuka kunci pintu mobil. Aku pun menengok ke arahnya, yang masih memainkan handphone nya.
“Kamu cemburu ya tadi?”
Hening. Ia tidak menjawab.
“Hey, I’m sorry okay? Dia itu cuma sahabatku. Gak lebih.” Jelasku.
“Sahabat? Dulu emangnya kita apa kalo bukan sahabat?” tanyanya dengan nada sedikit kesal.
“Tapi kan beda. Aku ga ada perasaan apa-apa sama dia. Kamu percaya kan sama aku?”
Tiba-tiba air matanya mulai menetes.
“Aku takut. Aku cuma takut kehilangan kamu. Itu aja.”
Aku kaget dengan jawabannya itu. She’s way too sweet.
“No. I’m telling you, aku ga akan ninggalin kamu.” Kataku mencoba meyakinkannya.
“Aku ga mau kita kayak gini lagi. Aku sebenernya ga mau permasalahin hal kecil ini tapi-“
“it’s okay. We’re only getting older. Saat-saat kayak gini pasti bakal ada dan kita harus hadapin ini, mau gak mau. Lagian aku udah pikirin semuanya. Aku bakal ngebatasin hubungan aku sama dia, atau sama perempuan-perempuan yang lain. Kamu tenang aja. Okay? I’m sorry.”
Die menjawabnya dengan anggukan.

Does it ever drive you crazy, just how fast the night changes?

Akhirnya, kami sampai di kafe itu. Aku sudah memesan tempat yang sama seperti 4 tahun yang lalu; di dekat jendela. Kami pun memesan minuman yang sama dengan hari itu. Hot chocolate dan moccachino. Tapi kali ini ditambah dengan 2 piring sandwich bakar isi cokelat-keju.
“Gak kerasa ya, udah 4 tahun aja. Kayanya baru kemaren kita di sini, kamu pakai kemeja kotak-kotak merah-cokelat.” Aku memulai percakapan sambil menunggu pesanan kami datang.
“Iya ya. Masih inget aja sih? Hahaha.”
“Ngerasa gak sih, waktu cepet banget berlalu?  Udah berapa kali kita ke kafe ini? Dan, sadar gak kalau setiap kita ke sini, pasti ada yang berubah.”
“Hmm...” ia memperhatikan kafe dengan  seksama, mencoba menemukan apa yang berubah.

Everything that you’ve ever dreamed off, disappearing when you wake up

*flash back*
Pagi-pagi sekali aku terbangun karena handphone ku terus-terusan  berdering. Aku melihat jam alarm ku. Pukul 3.30 pagi. Aku mengambil handphone ku yang masih di charge. Tak biasanya dia menelfonku sepagi ini.  
“Kamu kenapa nelfon a-“
“Kamu gakpapa kan? Kamu di mana? Di rumah? Kamu sehat kan?” Dia langsung menyerang ku dengan berbagai pertanyaan. Nada suaranya terdengar panik
“Hey, hey. Slow down. I’m home, i’m good. Kamu yang kenapa?” tanyaku dengan mata setengah terbuka.
“i just had a nightmare. Aku mimpi kamu.. kamu kecelakaan, terus amnesia dan ga inget aku siapa. Aku mau mastiin kalo kamu gakpapa. Makanya aku langsung telfon kamu.”
“Kamu lupa baca doa sebelum tidur?”
“Emm, mungkin...”
“It’s just a dream. Udahlah, ga usah dipikirin. Itu Cuma mimpi, gak berarti apa-apa. . Mimpi buruk kamu hilang kan pas kamu bangun? Go wash your face and get some water. Biar kamu agak tenang.” Dengan nada bicaraku yang terdengar mengantuk sekali, aku mencoba menenangkannya.
“Okey... Maaf udah ngebangunin kamu. Yaudah kamu tidur lagi aja. Aku tau kamu ngantuk banget. Makasih ya kamu selalu ada buat aku disaat-saat kayak gini. Lo-“
Entahlah apa yang ia katakan setelah itu. Sepertinya aku ketiduran.

But there’s nothing to be afraid off. Even when the  night changes, it will never change me and you

Secangkir hot chocholate dan moccachino sudah ada di meja kami.
“Iya. Banyak  yang berubah dari kafe ini. Banyak juga yang berubah dari...”
“Apa?” tanyaku penasaran karena dia tiba-tiba berhenti bicara. Tatapannya berubah menjadi serius.
“Apa kita berubah juga?”
Seketika aku termenung mendengar pertanyaannya. Bingung harus menjawab apa. Sambil menyeruput moccachino-ku, aku menyusun kata-kata untuk menjawab pertanyaannya.
“Mungkin. Mungkin kamu berubah. Mungkin aku berubah. Tapi, semua perubahan itu ga akan ngerubah kita. Kita akan terus sama-sama, kita akan hadapin perubahan bareng-bareng.”
Dia tersenyum mendengar jawabanku tadi. Tak lama, pelayan datang dengan 2 piring sandwich yang masih mengeluarkan asap panas.

Chasing it tonight, doubts are running ‘round her head

Sandwich sudah habis. Moccachino ku tinggal sedikit. Dia sedang menghabiskan hot chocolatenya. Aku melihat jam tanganku. Pukul 20.50. Astaga. Aku lupa. Ada karnaval di taman kota dekat sini. Dan pukul 21.30, band favoritnya akan tampil. Sial, kenapa aku bisa lupa?
Aku langsung memanggil pelayan untuk meminta bill. Setelah membayar, aku langsung menarik tangannya dan berjalan terburu-buru keluar dari kafe.
“Ada apa sih?”
“Itu, ada 1D di karnaval taman kota. Eh-“ oh tidak, aku keceplosan. Seharusnya ini adalah kejutan.
“APA? 1D? KENAPA KAMU BARU BILANG? Ayo kita ke sana, ayoayo!” ia berbicara semangat sekali sambil menarik-narik tanganku.
“Emm, kita jalan aja ya. Kalau pake mobil takut ga keburu. Ya?”
“Yaudah gapapa. Ayo buruan!” apapun rela dia lakukan untuk menonton 1D sepertinya.
Kami pun berjalan menuju taman kota. Kalau berjalan kaki, kira-kira memakan waktu 10 menit. Tapi dengan kecepatan seperti ini, mungkin dalam waktu 5 menit kami sudah sampai.
Belum jauh dari kafe tadi, tiba-tiba langkahnya melambat.

He’s waiting hides behind his cigaratte. Heart is beating loud and she doesn’t want it to stop

“Kamu kena-“ Belum sempat aku menanyakan kenapa ia berjalan melambat, aku sudah tau kenapa.
Di depan sebuah kedai kecil, ada laki-laki yang sedang duduk sambil merokok. Mantan. Ya, laki-laki itu adalah mantan kekasihku. Tiba-tiba ia menggenggam tanganku lebih kencang. Telapak tangannya basah. Seolah-olah, aku dapat merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia ketakutan. Aku tahu itu. Tapi entah kenapa, ia tak mau berhenti menatap laki-laki itu.
“Udah jam segini loh. Buruan yuk nanti telat.” Kataku membuyarkan lamunannya.
“Eh iya, yuk yuk.” Ia mempercepat langkahnya, namun masih belum berhenti menatap ke arah mantannya.

Moving too fast, moon is lighting up her skin. She’s falling, doesn’t even know it yet

Setelah laki-laki itu hilang dari pandangannya, dia berjalan semakin cepat. Semakin cepat dan akhirnya lari. Aku mengikuti di belakangnya. Cahaya bulan mmenyinari kulit putihnya. Seseorang pernah berkata, ‘not all angels have wings.’ Sekarang aku sedang melihat itu.
Oh tidak. Dia pakai heels. Aku takut dia akan terjatuh jika dia berlari seperti itu.
“Hey”
“Apa?” dia menoleh ke belakang, ke arahku.
“Ga usah lari nanti kamu-“ belum selesai aku berbicara, dia mulai kehilangan keseimbangan, engkelnya tertekuk ke arah yang berlawanan dengan betisnya.
“Awh.”
Dia terjatuh.
Reflek aku mendekat ke arahnya, dan membantunya berdiri.
“Kamu, masih bisa jalan?” tanyaku.
“Masih sih. Sakit sedikit tapi. Aw.”
“Kita ke balik ke mobil aja yah.” Kataku sambil menuntunnya ke mobil.
“Hey.”
“Ya?” sahutku pelan.
“Apa ini artinya... kita gak bisa nonton 1D?”

Having no regrets is all that she really want

Ah iya, 1D.
“Ya dengan kondisi kamu yang sekarang, gak mungkin kan?” balasku.
“Tapi aku masih bisa jalan kok. Bener deh.”
“Gak, nanti tambah parah.” Jawabku tegas.
Dia langsung menunjukkan wajah kecewa.
Harusnya, malam ini adalah malam yang spesial baginya.
Seharusnya...
“Kamu matanya aku tutup matanya deh. Ga tega liat kamu sedih.” Kataku sambil mengikatkan kain, menutupi matanya.
“Terserah kamu lah.” Nada bicaranya terdengar sangat badmood.
Aku pun mulai menjalankan mobilku.

“Sudah sampai.”
“Sampai mana?” tanyanya, dengan mata ,asih tertutup.
Aku membantunya berdiri dan menuntunnya berjalan, tanpa menjawab pertanyaanya.
“Wait here.”
“Okay.” Jawabnya pasrah.

“We’re only getting older baby, and I’ve been thinking about it lately. Does it ever drive you crazy, just how fast the night changes? Everything that you’ve ever dreamed off, disappearing when you wake up. But there’s nothing to be afraid of. Even when the night changes, it will never change me and you.”

“Honey, is that you? Itu siapa?Kok suaranya rame... kayak sering denger deh.”
Aku membuka ikatan di kepalanya dari belakang.
“NO WAYY!!!” kaget, senang, terharu, tidak percaya, ekspresinya campur aduk saat dia melihat apa yang ada di hadapannya.
“Hi!” sapa 5 orang laki-laki dengan kompak.
“Come.” Ucap salah satu di antara mereka sambil merentangkan kedua tangannya, memberi pelukan.
Yak, dia langsung memeluknya, dan tak lama 4 orang yang lain pun ikut berpelukan.
“Ehem.” Aku mencoba mengalihkan perhatian.
Dia sadar dan langsung melepaskan pelukannya itu, kemudian berjalan ke arah ku.
“Happy 4th anniversary!”  ucapku sambil memeluknya.
“Best gift ever, so far.”
Tak jauh dari kami, aku bisa melihat Harry, Liam, Louis, Niall dan Zayn sedang melihat kami berpelukan sambil berbisik,
“Good job!”


-End-















1 comments:

 

izzazhafira's Activity

untuk yang kesekian kalinya, #latepost

A photo posted by izza (@izzazhafira) on

izzazhfr_'s Activity