*KIIIING KRIIING KRIIIIIING*
Tanganku meraba-raba ke meja di sebelah tempat tidur,
mencoba menggapai alarm dan mematikannya. Namun yang kusentuh adalah sebuah
tangan. Bersamaan dengan itu, bunyi alarm pun berhenti. Aku berusaha membuka
mataku. Ternyata itu adalah tangan suamiku.
“Good morning, sunshine.”
Aku menengok ke arah jam alarm itu. Tetapi mataku masih
terlalu mengantuk untuk dapat melihat pukul berapa ini.
“Sekarang jam 5 pagi. Sholat Subuh dulu ayo.” Kata suamiku
sambil merapihkan rambutku yang berantakan sampai menutupi sebagian wajahku.
Suaranya selalu berhasil membuat awal hariku menjadi
bersemangat. Matanya yang coklat dengan bulu matanya yang indah memandang ke mataku
yang masih setengah terbuka. Senyumnya yang khas itu membuatku ikut tersenyum.
Ia pun menjulurkan tangannya untuk membantuku bangun dari tempat tidur. Akupun
menggenggam erat tangannya. Telapak tangannya halus, kulitnya putih, dan yang
terpenting; tanpa tato.
“You’re getting heavier. Hahahah!” candanya sambil menarikku
lembut.
“Emmhh.” Balasku. Aku bahkan masih terlalu mengantuk untuk
menanggapi candaannya itu.
Aku berjalan lambat ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Aku
mulai membasuh kedua tanganku, dilanjutkan dengan gerakan selanjutnya. Air di pagi hari memang menyegarkan.
2 sajadah sudah tertata rapih di lantai saat aku keluar dari
kamar mandi. Dan di atas tempat tidur, suamiku sedang duduk menungguku. Dengan
peci dan sarung itu, ia terlihat lebih tampan.
“Nih, pakai dulu.” Katanya sambil berdiri dan menyodorkan
mukena ke arah ku. Aku tersenyum ke arahnya sambil mengambil mukenaku, kemudian
memakainya.
“Allahuakbar.” Dengan
takbirnya itu, kami memulai sholat.
“Assalamu’alaikum warahmatullah.”
Setelah salam terakhir, aku mengangkat kedua tanganku dan berdoa.
Setelah mengusap wajahku, aku merasa dia sedang memperhatikanku. Aku pun
menengok ke kanan dan benar saja, ia sedang menatapku sambil tersenyum.
“Aamiin.” Katanya sambil mengusap wajahnya.
Aku lalu menyalami tangan suamiku, dan mencium punggung
tangannya. Ia pun mencium keningku dengan lembut. Aku tersenyum sambil menyenderkan kepalaku ke
bahunya. Ia pun melingkarkan tangannya ke bahu ku. Kini aku berada di
pelukannya, membuatku merasa aman dan nyaman.
I’m lucky to have you
“Mau sarapan apa hari ini?” tanyaku sambil mengangkat
tangannya dari bahu ku.
“Hmm..., fried rice?” dia menjawab pertanyaanku dengan
pertanyaan.
“Good choice.” Jawabku
sambil melipat mukenaku, sarungnya, dan sajadah kami.
“Hari ini aku harus pergi ke studio untuk rekaman. Dan
mungkin menulis beberapa lagu bersama dengan yang lain. Aku tidak tahu akan
selesai jam berapa. But I’m sure I’ll be home before maghrib.” Jelasnya.
“Okay.” Balasku singkat. Aku sudah biasa seperti ini. Aku
mengerti kesibukannya sebagai anggota band. Aku percaya padanya. Begitu juga
dengan dia.
Kemudian dia mencium
keningku, lalu berjalan ke kamar mandi.
Aku membuka lemari pakaian, memilih baju untuk dia pakai
hari ini. Celana jeans hitam, T-shirt putih polos, dan kemeja jeans biru, sepertinya
terlihat bagus. Aku lalu menaruhnya di atas tempat tidur.
Aku berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan, nasi goreng
untuk kita berdua. Aku juga menggoreng sosis, karena itu selalu menjadi favoritnya.
2 piring nasi gorang sudah berada di tanganku. Aku lalu
membawanya ke meja makan. Di sana, dia sudah rapih memakai baju yang telah aku
pilih. Ya, apapun jenis pakaian yang ia pakai terlihat pas di badannya. Dia sudah
menungguku...
...atau menunggu sarapannya? Entahlah.
“Hmm.. smells good.” Katanya sambil memejamkan mata dan
mengendus aroma nasi goreng. Ekspresinya lucu sekali, membuatku senyum-senyum
sendiri.
Setelah menaruh dua piring nasi goreng ke atas meja, aku
duduk di kursi yang berhadapan dengannya.
“Bismillahirrahmanirrahiim. Selamat makan!” kemudian ia
melahap 1 sendok penuh nasi goreng ke mulutnya.
“How’s my hair today?” dia bertanya di sela-sela sarapan.
“Perfect.” Jawabku sambil melihat rambutnya. Rambut depannya
yang tebal terlihat berdiri lalu ditarik ke belakang dan diberi gel sehingga
terlihat licin. Aku selalu suka model rambut itu.
Selesai makan, dia langsung menuju teras untuk memakai
sepatu boots hitam bertali favoritnya.
“Here, your key and your phone.” Kataku sambil memberikannya
kunci mobil dan iPhone-nya.
“Thanks sweetie.” Ia mengambil kunci dan iPhonenya kemudian
mencium pipiku dan langsung menuju mobil.
“Forget something?” tanyaku.
“Hemm..” dia meraba-raba saku celana dan saku kemeja dengan
panik.
Aku tertawa kecil melihat tingkahnya itu. Tak lama kemudian,
dia sadar apa yang ia lupakan.
“MY ID CARD!”
Kemudian dia berjalan terburu-buru ke arahku untuk mengambil
ID Cardnya.
“Kalo aku ga bawa ini, aku ga bisa masuk studio. Dan aku
harus pulang lagi buat ngambil ini. Dan pasti macet banget. Yeah, you know
how’s London. Dan aku bakal telat rekaman. Dan mungkin-“
“Sshh, bawel.” Balasku singkat.
“He heh.”
Aku mengalungkan ID Card ke lehernya.
Setelah berpamitan, ia langsung menuju mobil.
“Bye sweetie, take care at home. Assalamualaikum.” Katanya
sambil menyalakan mesin mobil.
“Waalaikumsalam. Be safe, dear.” Balasku.
“I will!” mobilnya pun melaju meninggalkan halaman rumah.
Aku sendirian di rumah. Rumah ini sangat sepi tanpanya. Untuk
memecah kesunyian, aku menyetel lagu lama dari band suamiku, You & I.
His high note always
makes me goosebumps.
Sebelum mandi, aku membersihkan pajangan-pajangan di ruang
tamu. Foto-foto kami, vas-vas bunga, dan piala-piala penghargaan suamiku. Dan
akhirnya aku sampai pada piala terakhir. Piala itu berwarna emas. Di sana
tertulis:
‘ASIAN AWARDS 2015. For Outstanding Contribution to Music,
ZAYN MALIK.’
8 years ago |
-end-
0 comments:
Post a Comment